Apa yang dimaksud dengan
ketenagakerjaan?
Jawab:
- ‘Ketenagakerjaan’ merupakan Nomenklatur (istilah) baru dalam ilmu hukum,
khususnya hukum perburuhan.
- Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengertian
ketenagakerjaan lebih luas dibandingkan dengan perburuhan sebagaimana dalam
KUHPerdata. Dalam Pasal 1 angka 1 ditentukan bahwa ketenagakerjaan adalah
segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan
sesudah masa kerja. Dengan demikian mengatur segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada saat:
1) Sebelum (pre – employment),
2) Selama (during employment), dan
3) Sesudah (post employment).
2. Menurut Bintan Regen Saragih, Politik Hukum adalah
kebijakan yang diambil (ditempuh) oleh negara (melalui lembaganya atau
pejabatnya) untuk menetapkan hukum yang mana yang perlu diganti, atau yang
perlu diubah, atau hukum yang mana yang perlu dipertahankan, atau hukum
mengenai apa yang perlu diatur atau dikeluarkan agar dengan kebijakan itu
penyelenggaraan negara dan pemerintahan dapat berlangsung dengan baik dan
tertib sehingga tujuan negara (seperti mensejahterakan rakyat) secara bertahap
dan terencana dapat terwujud. Bagaimana perkembangan politik hukum
ketenagakerjaan di Indonesia? Jelaskan secara singkat.
Jawab:
a. Masa Pemerintahan Soekarno di Awal
Kemerdekaan:
- Meningkatnya kesadaran kaum buruh akan hak pribadi yang
perlu diperjuangkan dalam lapangan sosial-ekonomi.
- Pidato peresmian Parlemen RIS pada 15 Pebruari 1950
Presiden Soekarno berjanji bahwa dalam waktu 2-3 bulan akan diajukan Rancangan
Undang-Undang di bidang perburuhan antara lain tentang Perjanjian Kerja dan
perlindungan buruh.
- Beberapa Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan di masa
Pemerintahan Soekarno – 1945 s/d 1958
1) UU No. 12 tahun 1948 Tentang Kerja
2) UU No. 33 Tahun 1947 Tentang Kecelakaan Kerja
3) UU No. 23 Tahun 1948 Tentang Pengawasan Perburuhan
4) UU No. 21 Tahun 1954 Tentang Perjanjian Perburuhan antara
Serikat Buruh dan Majikan
5) UU No. 18 Tahun 1956 Tentang Persetujuan Konvensi
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) No. 98 mengenai Dasar-dasar dari Hak
Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama Permenaker No. 90 Tahun 1955 Tentang
Pendaftaran Serikat Buruh
b. Masa Pemerintahan Soekarno di Era Orde
Lama:
- Peraturan dibuat untuk membatasi gerak politis dan
ekonomis buruh
- Larangan mogok kerja (Peraturan Penguasa Perang Tertinggi
No. 4 Tahun 1960 Tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (lock out)
di perusahaan-perusahaan, jawatan-jawatan dan badanbadan vital),
- Pembentukan Dewan Perusahaan untuk mencegah dikuasainya
perusahaan-perusahaan ex Belanda oleh pekerja/buruh. Instruksi Deputy Penguasa
Perang Tertingi No. I/D/02/Peperti/1960 yang memuat daftar 23 perusahaan yang
dinyatakan vital sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Penguasa Perang
Tertinggi No. 4 Tahun 1960.
- Undang-Undang No. 7 PRP/1963 tentang Pencegahan Pemogokan
dan/atau Penutupan (lock out) diperusahaan-perusahaan, jawatanjawatan
dan badan-badan yang vital.
c. Masa Pemerintahan Soeharto
- Peraturan dibuat untuk mendukung stabilitas pembangunan
ekonomi; melibatkan campur tangan militer dalam penyelesaian perselisihan
perburuhan, membatasi kebebasan berserikat, kebijakan upah murah sebagai
keunggulan komparatif guna menarik investor. Peraturan kebanyakan keluaran
lembaga eksekutif.
d. Masa Pemerintahan BJ. Habibie
- Peraturan dibuat untuk mendapat dukungan pekerja/buruh
dengan semangat penegakan HAM dan demokrasi.
1) Ratifikasi K.ILO No. 87/1948 Tentang Kebebasan Berserikat
dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi.
2) UU 39/1999 tentang HAM.
e. Pemerintahan Abdurrahman Wahid
- Peraturan sangat memihak pekerja/buruh; peraturan yang
fenomenal adalah peraturan pemberian pesangon dalam KepMen 150 Tahun 2000 dan
kebebasan berserikat melalui UU 21/2000.
f. Pemerintahan Megawati Soekarnoputri
- Secara umum lebih menempatkan perlindungan terhadap
pekerja/buruh.
1) UU 13 Tahun 2003 yang menggantikan 15 peraturan yang ada
sebelumnya,
2) UU 34/2004 tentang PPTKI di LN,
3) UU 2/2004 tentang PPHI.
g. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono:
- Peraturan Ketenagakerjaan mendukung pelaksanaan
pembangunan ekonomi dan investasi;
1) Inpres 3/2006,
2) Usulan Revisi UU 13 tahun 2003,
3) RPJMN (Perpres 7/2004 Tentang RPJMN); mengarahkan pada
hubungan kerja fleksibel.
3. Apa yang dimaksud dengan hubungan industrial?
Jawab:
Berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, LN RI Tahun 2003 Nomor 39, TLN Nomor 4279, Pasal 1 angka 16, Hubungan industrial adalah suatu sistem
hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang
dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah
yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dari pengertian secara formal tersebut, para
pihak yang terkait dalam hubungan industrial adalah pengusaha, pekerja/buruh,
dan pemerintah.
4. Apa
yang disebut dengan pengusaha?
Jawab:
Pengusaha
adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Pengusaha merupakan salah
satu bagian dari pemberi kerja. Pemberi kerja adalah orang perseorangan,
pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga
kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
5. Sebutkan
dan terangkan perbedaan pekerja dan pegawai!
Jawab:
Secara formal (Pasal 1 angka 4 UU No. 13 tahun
2003) pengertian
‘pekerja’ sama dengan ‘buruh’ yakni setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan pengertian ‘pegawai’ sering digunakan
untuk orang yang bekerja di pemerintahan, sehingga mereka disebut Pegawai
Negeri.
6. Sebutkan
dan terangkan fungsi pemerintah, pekerja dan pengusaha dalam melaksanakan huungan
industrial!
Jawab:
1. Dalam melaksanakan hubungan industrial,
pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan,
melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
2. Dalam melaksanakan hubungan industrial,
pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan
pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan
produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan,
dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan
kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
3. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan
organisasi pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembang-kan
usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh
secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.
7. Apa
yang dimaksud dengan perselisihan hubungan industrial?
Jawab:
Perselisihan Hubungan Industrial adalah
perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh dalam satu perusahaan.
8. Sebutkan
dan terangkan jenis-jenis perselisihan dalam hubungan industrial!
Jawab:
Jenis Perselisihan
a. Perselisihan hak,
yakni perselisihan
yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan
atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian
kerja, peraturan perusa-haan, atau perjanjian kerja bersama.
b. Perselisihan kepentingan,
yakni perselisihan
yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat
mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan
dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja, yakni perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian
pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu
pihak.
d. Perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh, yakni perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam
satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan,
pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.
9. Bagaimana
cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial?
Jawab:
Penyelesaian perselisihan hubungan
industrial dapat dilakukan melalui beberapa cara, yakni:
1. Diluar
Pengadilan
a. Melalui KOMNAS
HAM
Pasal 89 ayat (3) huruf H UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang
HAM, menentukan bahwa: Untuk melaksanakan fungsi pemantauan, Komnas HAM bertugas dan berwenang
melakukan: pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap
perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan, bilamana dalam perkara
tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara
pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib
diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.
Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 89 ayat (3) huruf h: Yang dimaksud dengan
"pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik" antara lain
mengenai pertanahan, ketenagakerjaan, dan lingkungan hidup.
b. Melalui Bipatrid
Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih
dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
Penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan.
Apabila dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau
telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan
bipartit dianggap gagal.
c. Melalui Mediasi
Penyelesaian
perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap
kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/
Kota.
Mediator harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa;
2) warga negara Indonesia;
3) berbadan sehat menurut surat keterangan
dokter;
4) menguasai peraturan perundang-undangan
di bidang ketenagakerjaan;
5) berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan
tidak tercela;
6) berpendidikan sekurang-kurangnya Strata
Satu (S1); dan
7) syarat lain
yang ditetapkan oleh Menteri.
8) Oleh karena
mediator adalah seorang pegawai negeri sipil, maka selain syarat-syarat yang
ada dalam pasal ini harus dipertimbangkan pula ketentuan yang mengatur tentang
pegawai negeri sipil pada umumnya.
Dalam waktu
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan
penyelesaian perselisihan, mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang
duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi.
Dalam hal
tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui
mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan
disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama
untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
Dalam hal tidak
tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui
mediasi, maka:
1)
mediator
mengeluarkan anjuran tertulis;
2)
anjuran
tertulis sebagaimana tersebut dalam waktu selambat-lambatnya 10
(sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan
kepada para pihak;
3)
para pihak
harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya
menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10
(sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;
4)
pihak yang
tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis;
d. Melalui
Konsiliasi
Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator
yang terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.
Konsiliator harus memenuhi syarat :
1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2) warga negara Indonesia;
3) berumur sekurang-kurangnya 45 tahun;
4) pendidikan minimal lulusan Strata Satu (S-1);
5) berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;
6) berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
7) memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
8) menguasai peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan; dan
9) syarat lain yang ditetapkan oleh
Menteri.
10) Konsiliator yang telah terdaftar diberi
legitimasi oleh Menteri atau Pejabat yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.
Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima
permintaan penyelesaian perselisihan secara tertulis, konsiliator harus sudah
mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari
kerja kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama.
Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang
ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum
pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti
pendaftaran. \
Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui konsiliasi, maka :
1) konsiliator mengeluarkan anjuran
tertulis;
2) anjuran tertulis tersebut dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja
sejak sidang konsiliasi pertama harus sudah disampaikan kepada para
pihak;
3) para pihak harus sudah memberikan
jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak
anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah
menerima anjuran tertulis;
4)
pihak yang
tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis;
5)
dalam hal para
pihak menyetujui anjuran tertulis, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga)
hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai
membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak
mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
e. Melalui
Arbitrase
Penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui arbitrase meliputi perselisihan kepentingan dan perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Arbiter yang berwenang menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial harus arbiter yang telah ditetapkan oleh
Menteri. Wilayah kerja arbiter meliputi seluruh wilayah negara Republik
Indonesia.
Untuk dapat ditetapkan
sebagai arbiter harus memenuhi syarat:
1) beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2) cakap
melakukan tindakan hukum;
3) warga
negara Indonesia;
4) pendidikan
sekurang-kurangnya Strata Satu (S1);
5) berumur
sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun;
6) berbadan
sehat sesuai dengan surat keterangan dokter;
7) menguasai
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang dibuktikan dengan
sertifikat atau bukti kelulusan telah mengikuti ujian arbitrase; dan
8) memiliki
pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
9) Ketentuan
mengenai pengujian dan tata cara pendaftaran arbiter diatur dengan Keputusan
Menteri.
Arbiter wajib menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbiter.
Pemeriksaan atas perselisihan harus
dimulai dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah penanda-
tanganan surat perjanjian penunjukan arbiter.
Atas kesepakatan para pihak, arbiter
berwenang untuk memperpanjang jangka waktu penyelesaian perselisihan hubungan
industrial 1 (satu) kali perpanjangan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
kerja.
Pemeriksaan perselisihan hubungan
industrial oleh arbiter atau majelis arbiter dilakukan secara tertutup kecuali
para pihak yang berselisih menghendaki lain.
Apabila perdamaian tercapai, maka
arbiter atau majelis arbiter wajib membuat Akta Perdamaian yang ditandatangani
oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter. Akta
Perdamaian tersebut didaftarkan di Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter mengadakan perdamaian.
Apabila upaya perdamaian gagal, arbiter
atau majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase. Dalam persidangan arbitrase
para pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan secara tertulis maupun lisan
pendirian masing-masing serta mengajukan bukti yang dianggap perlu untuk
menguatkan pendiriannya dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh arbiter atau
majelis arbiter.
Putusan sidang arbitrase ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, kebiasaan,
keadilan dan kepentingan umum. Putusan
arbitrase memuat :
1) kepala putusan
yang berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";
2) nama lengkap dan
alamat arbiter atau majelis arbiter;
3) nama lengkap dan
alamat para pihak;
4) hal‑hal yang
termuat dalam surat perjanjian yang diajukan oleh para pihak yang berselisih;
5) ikhtisar dari
tuntutan, jawaban, dan penjelasan lebih lanjut para pihak yang berselisih;
6) pertimbangan yang
menjadi dasar putusan;
7) pokok putusan;
8) tempat dan
tanggal putusan;
9) mulai berlakunya
putusan; dan
10) tanda tangan
arbiter atau majelis arbiter.
Putusan arbitrase mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang
bersifat akhir dan tetap.
Putusan arbitrase didaftarkan di
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter
menetapkan putusan.
Dalam hal putusan arbitrasetidak
dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan fiat eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan pihak terhadap siapa
putusan itu harus dijalankan, agar putusan diperintahkan untuk dijalankan.
Terhadap putusan arbitrase, salah satu
pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada Mahkamah Agung dalam waktu
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditetapkannya putusan
arbiter, apabila putusan diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1) surat atau dokumen yang diajukan dalam
pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui atau dinyatakan palsu;
2) setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan;
3) putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh
salah satu pihak dalam pemeriksaan perselisihan;
4) putusan melampaui kekuasaan arbiter hubungan industrial;
atau
5) putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
6) Dalam hal permohonan sdikabulkan, Mahkamah Agung
menetapkan akibat dari pembatalan baik seluruhnya atau sebagian putusan
arbitrase.
Perselisihan hubungan industrial yang
sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke
Pengadilan Hubungan Industrial.
2. Di
dalam Pengadilan
Pengadilan Hubungan Industrial
merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum.
Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus :
a. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
b. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
kepentingan;
c. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan
hubungan kerja;
d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Susunan Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri terdiri dari :
a. Hakim;
b. Hakim Ad-Hoc;
c. Panitera Muda; dan
d. Panitera Pengganti.
Susunan Pengadilan Hubungan Industrial
pada Mahkamah Agung terdiri dari :
a. Hakim Agung;
b. Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung; dan
c. Panitera.
Gugatan perselisihan hubungan
industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja.